Gentleman-lah, Gubsu…!

syamsul1
Gubernur Sumatera Utara H. Syamsul Arifin, SE

 Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin tengah menghadapi batu ujian yang cukup berat pasca unjukrasa anarkis massa pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) yang berujung kepada tewasnya Ketua DPRD Sumut Abdul Aziz Angkat, 3 Februari 2009 lalu.

Eksistensi dan kewibawaannya kini sedang digoyang. Banyak pendapat dan analisis yang mengemuka, kalau salah satu pemicu aksi anarkisme massa Protap di gedung DPRD Sumut itu adalah surat rekomendasi persetujuan pembentukan Protap yang ditandatanganinya selaku Gubsu, semakin kuat memojokkannya.

Surat Keputusan Gubsu No. 130/3422/K tahun 2008, tertanggal 26 Desember 2008 tentang Persetujuan Pembentukan Protap pemberian bantuan, penyelenggaraan, penetapan calon lokasi ibukota Protap, dan wilayah kabupaten dan kota Protap itu, dianggap banyak pihak merupakan sebuah tindakan ceroboh seorang Gubsu bernama Syamsul Arifin.

Anggapan itu patut dimaklumi, karena di masa kepemimpinan dua Gubsu sebelum Syamsul, yakni HT Rizal Nurdin dan Rudolf Pardede,  tuntutan pembentukan Protap yang dinilai sarat menyimpan potensi konflik sosial tersebut, sangat disikapi hati-hati dan tidak gegabah oleh keduanya.

Sikap penolakan kedua Gubsu tersebut, juga didasarkan pada kajian-kajian ilmiah yang sulit terbantahkan pihak manapun. Kemudian, karena jalinan koordinasi kedua Gubsu itu sangat baik ke DPRD SU, sikap penolakan atas terbetuknya Protap ini juga mendapat dukungan politis yang cukup kuat dari DPRD SU.

Namun berbeda dengan Syamsul Arifin yang justru memberikan rekomendasi persetujuan pembentukan Protap tanpa mengkoordinasikannya dengan DPRD. Lebih aneh lagi, dasar-dasar atas pemberian rekomendasi persetujuan itu juga tidak ditempuh melalui cara-cara yang lazim.

Karenanya, Syamsul pun kini harus siap menanggung konsekuensi— menghadapi berbagai kritikan, gugatan, bahkan cacian dari berbagai kalangan masyarakat yang sangat menyayangkan terbitnya surat rekomendasi pembentukan Protap itu.

Sebagai pemimpin yang baik, Gubsu Syamsul Arifin tidak selayaknya melimpahkan kesalahan kepada para bawahannya atas terbitnya SK rekomendasi Protap yang telah ditandatanganinya. Syamsul Arifin juga harus siap mempertanggungjawabkannya, baik secara moral, politis, bahkan hukum sekalipun.

Menyalahkan staf bukanlah tipe seorang pemimpin pengambil kebijakan yang baik. Secara administratif, mungkin staf Gubsu itu salah. Namun, secara politis, keputusan politik tetap ada pada Syamsul Arifin sebagai pengambil kebijakan sewaktu akan menandatangani rekomendasi Protap.

Syamsul harus terbuka dan gentleman mengakui kepada masyarakat, bahwa ada kesalahan dalam rekomendasi Protap yang ditandatanganinya dan itu menjadi tanggungjawabnya. Jika itu dilakukannya dengan diikuti  langkah-langkah perbaikan internal  dan gaya kepemimpinannya, maka itu akan lebih menjernihkan persoalan dan melegakan publik.(**)

 

 

 

 

Posted on Selasa, Februari 17, 2009, in politik. Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. hari raya Qurban masih lama
    tak perlu cari ‘kambing hitam’
    hehehehehe 🙂

  2. Jangan lupa bang mike, justru ‘kambing hitam’ itulah yang enak dibuat ‘korban’, hehehehe:smile

Tinggalkan komentar